Home » , » Pajak dalam persepektif islam dan implementasinya Di indonesia menurut uu tentang perpajakan

Pajak dalam persepektif islam dan implementasinya Di indonesia menurut uu tentang perpajakan

Written By Unknown on Sabtu, 27 April 2013 | 05.13

1.      Latar Belakang
Prkembangan Ekonomi Islam di Indonesia sekarang ini sudah semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai lembaga keuangan yang berbasis syari’ah seperti Bank Syari’ah, Pegadaian Syari’ah, Asuransi Syari’ah, dan lain-lain. Dari sinilah kita dapat melihat adanya keinginan yang kuat dari kaum muslim untuk hidup sesuai dengan syari’ah. Memandang hal demikian, sebagai salah satu institusi keuangan Direktorat Jendral Pajak, sudah saatnya diperkenalkan, bagaimana “Pajak Dalam Persepektif Islam dan Implementasinya di Indonesia Menurut UU tentang Perpajakan”.
Islam sebagai ad-din memiliki seperangkat aturan atau Syari’ah, yang mengatur tata cara hubungan mannusia dengan al-Khaliq, dan hubungan antarsesama manusia (mua’amalah) dalam seluruh aspek, baik aspek ekonomi, politik, social budaya, pertahanan dan keamanan negara, teknologi, dan lain-lain.
Pada dasarnya, pajak (dharibah) sebagai sumber pendapatan negara. Pakar ekonomi kontomporer mendefinisikan pajak sebagai kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu atau imbalan secara langsung[1].
Pajak (dharibah) sendiri dalam islam adalah salah satu sumber pendapatan negara hanya sebagai solusi dalam keadaan darurat, yaitu dimana sumber pendapatan yang lain tidak dapat mencukupi kebutuhan baitul mal kas negara tapi jika baitul mal (kas negara) sudah mencukupi maka pajak (dharibah) harus dihapus.
Oleh karena itu pajak ini adalah sumber pendapatan darurat, sudah semestinya negara mengoptimalkan dulu pendapatan dari sumber utama dan qath’I, yaitu zakat dan jizyah kedua sumber ini memiliki landasan yang kuat dalam islam.
Jika dilihat dari permasalahan diatas pajak sendiri dapat diterapkan dalam islam tetapi jika dalam keadaan darurat. Dari sinilah kita tidak mengetahui bagaimana penerapan pajak yang sesuai dengan syari’ah jika diterapkan di indonesia.

A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka  masalah-masalah yang muncul diantaranya sebagai berikut:
·         Bagaimana jika pajak dilihat dalam persepektif islam?
·         Bagaimana pendapatan pajak yang sesuai syariah jika di terapkan di Indonesia?
B.     Tujuan Penulisan
·         Untuk mengetahui apakah Pajak diperbolehkan dalam Islam.
·         Untuk mengetahui bagaimana pendapatan pajak dalam praktik di Indonesia yang sesuai dengan syari’ah.
C.    Manfaat Penulisan
·         Bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pajak dalam persepektif Islam.

·         Bagi Umum
Hasil penelitian ini sebagai salah satu informasi awal yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk pengembangan keilmuan pajak dalam perspektif islam, dalam bidang pembelajaran.

2.      Tinjauan Pustaka
Pajak ditinjau dari segi etimologi, berasal dari bahasa Arab disebut Dharibah, yang artinya mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan. Sedangkan terminologi, terdapat berbagai macam definisi, antara lain definisi oleh Prof. Dr. Rochman Soemitro,S.H., yang menyatakan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari sector wisata ke sector publik berdasarkan undang-undang yang di paksakan dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dapat ditunjukan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah, untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan.[2]
Secara etimologi, syari’at berasal dari syara’a-yasra’u-syar’an yang artinya peraturan, menerangkan, menjelaskan, merencanakan, menggariskan. Sedangkan, Abdul Karim Zaidan mendefinisikan bahwa, “Syaria’ah adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt. Untuk hamba-Nya, baik melalu Al-qur’an maupun dengan sunnah Nabi Saw. Berupa perkataan, perbuatan dan pengakuan.”[3]
APBN Tahun 2005, berdasarkan urutan besarnya penerimaan pajak di Indonesia terdapat tiga objek besar yaitu penghasilan (UU No.17 Tahun 2000), Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan atas barang mewah (UU No.18 Tahun 2000), Bumi dan Bangunan (UU No.20 Tahun 2000)[4].

Sumber utama pendapatan Negara menurut Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
No.
Nama Pendapatan
Jenis Pendapatan
Subjek
Objek
Tarif
Tujuan Penggunaan
1
Ghanimah
Tdk Resmi
Non Muslim
Harta
Tertentu
5 Kelompok
2
Zakat
Tdk Resmi
Muslim
Harta
Tertentu
8 Kelompok
3
Ushr – Shadaqah
Tdk Resmi
Muslim
Hasil Pertanian/dagang
Tetap
8 Kelompok
4
Jizyah
Resmi
Non Muslim
Jiwa
Tidak tetap
Umum
5
Kharaj
Resmi
Non Muslim
Sewa Tanah
Tidak tetap
Umum
6
Ushr – Bea Cukai
Resmi
Non Muslim
Barang dagang
Tidak tetap
Umum
7
Waqaf
Tdk Resmi
Muslim
Harta
Tidak tetap
Umum
8
Dharibah (Pajak )
Resmi
Muslim
Harta
Tidak tetap
Umum

Selain itu, Negara juga mendapatkan sumber pendapatan sekunder, yaitu dari denda-denda (kafarat), hibah, hadiah, dan lain-lain yang diterima secara tidak tetap.[5]

Adapun karakteristik pajak (dharibah) menurut Syariat, yang hal ini membedakannya dengan pajak konvensional yaitu pertama, Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Kedua, Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak dalam perspektif konvensional ditujukan untuk seluruh warga tanpa membedakan agama. Ketiga, Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim, tidak kaum non-muslim. Sedangkan teori pajak konvensional tidak membedakan muslim dan non-muslim dengan alasan tidak boleh ada diskriminasi.[6]

Dalam konteks Indonesia, payung hukum bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tidak salah pilih dalam menerapkan aturan perpajakan pada berbasis syariah di Indonesia telah terbit, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2009 dengan tajuk Pajak Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis Syariah. Maka mulai tahun ini, penghasilan yang di dapat dari usaha maupun transaksi berbasis syariah baik oleh wajib pajak (WP) pribadi maupun badan bakal dikenakan PP. Penerbitan PP PPh Syariah ini merupakan bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31D UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.


3.      Metode Penelitan
Metode penyusunan proposal ini adalah metode Desktiptif-Analitis. Data-data yang ada diambil dari sumber-sumber tertulis, antara lain buku-buku yang berkaitan dengan tema pembahasan dan artikel dari internet. Penyusun mengambil pendapat-pendapat seputar pajak dalam persepektif islam. Selain itu, digunakan pula analisis untuk membandingkan pendapat seputar pajak konvensional dan pajak  menurut Islam.


[1] Gazi Inayah “Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak” : hal. 1
[2] Gusfahmi, Pajak menurut syariah, : hlm. 25
[3] Ibid. hal. 16
[4]  Ibid hal. 227
[5] Ibid., hal. 85-86
[6] Yahya Abdurrahman, http://Hayatulislam.net, diakses 27 mei 2012
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Iswandi Vaqih - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger