Home » , » Optimalisasi instrument profit and loss sharing dalam mengatasi sistem riba guna meningkatkan ekonomi yang sejahtera

Optimalisasi instrument profit and loss sharing dalam mengatasi sistem riba guna meningkatkan ekonomi yang sejahtera

Written By Unknown on Sabtu, 27 April 2013 | 04.57

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Bank sebagai lembaga intermediasi dalam pengelolaan dana, mempunyai posisi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran intermediasi bank merupakan amanah yang harus dijalankan dengan  tetap mengedepankan prinsip keadilan. Dalam perekonomian modern, penggunaan bunga senantiasa dikaitkan dengan operasionalisasi sistem perbankan. Karena interdependensinya dengan berbagai variabel ekonomi lainnya, maka setiap gejolak yang terjadi pada bunga akan mengakibatkan pula ketidak stabilan ekonomi. Lahirnya bank-bank syariah dalam satu dekade terakhir adalah wujud komitmen masyarakat untuk menerapkan prinsip syariah dalam mewujudkan kesetaraan, kejujuran dan keadilan melalui sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Pada saat bank konvensional tidak mampu bertahan dalam menghadapi gejolak krisis, justru bank syariah memiliki daya tahan yang tangguh dan tetap mampu mendukung sektor rill. Wujud kontribusi nyata bank syariah meskipun belum optimal merupakan potensi besar bagi pengembangan sistem keuangan modern. Peran serta semua pihak dan pelaku ekonomi terkait merupakan keharusan yang segera direalisasikan untuk mewujudkan sistem keuangan alternatif dalam memecahkan masalah ekonomi.
Sejak diberlakunya Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 (undang-undang tentang perbankan) , industri perbankan di Indonesia berlaku sistem perbankan ganda yakni sistem perbankan konvensional atau peranti bunga (yang di sebut bank konvensional) dan sistem perbankan bagi hasil atau peranti akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah Islam (yang di sebut Bank Syariah). Dan dengan munculnya Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan ini, dalam dunia perbankan terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah[1].
Perbankan syariah adalah aplikasi dari sebuah sistem perekonomian, salah satu dari tujuan perbankan syariah sendiri yaitu menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. kontribusi ekonomi bank syaria’ah terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan bank syari’ah secara efektif melakukan produksi maupun manajerial kelembagaannya. Hal ini ditentukan oleh seberapa besar bank syari’ah mampu menyalurkan dana kepada masyarakat, sehingga masyarakat mampu melakukan produksi secara optimal.[2]
Kontroversi yang sekarang  sering di bicarakan pada perbankan salah satunya yaitu tentang halal-haramnya bunga bank dan kaitannya dengan riba. Yakni riba yang berupa tambahan pembayaran jumlah utang oleh debitur (mustaqridl) kepada debitur (muqrid) sebagai imbalan yang di tangguhkannya waktu pelunasan.[3] Dengan Lahirnya bank-bank syariah untuk wujud komitmen masyarakat dalam menerapkan prinsip syariah mewujudkan kesejahteraan, kejujuran dan keadilan dengan Optimalisasi Instrument profit and loss sharing dalam Mengatasi Sistem Riba untuk Meningkatkan Sistem Ekonomi yang Sejahtera.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian difokuskan pada rumusan masalah berikut :
1.      Bagaimana implementasi profit and loss sharing dalam mengatasi sistem riba untuk meningkatkan ekonomi yang sejahtera.
2.      Apakah instrument profit and loss sharing dapat mengatasi sistem riba untuk meningkatkan ekonomi yang sejahtera.
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui Bagaimana implementasi profit and loss sharing dalam mengatasi sistem riba untuk meningkatkan ekonomi yang sejahtera.
2.      Untuk mengetahui apakah instrument profit and loss sharing dapat mengatasi sistem riba untuk meningkatkan ekonomi yang sejahtera.
D.    Pembahasan
1.      Pengertian Profit and Loss Sharing
        Profit and loss sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.[4] Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).[5]
        Dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.
         Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama  sesuai porsi masing-masing.
         Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. 
         Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.  Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2.         Riba Menurut Islam dan Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Masyarakat
Riba menurut bahasa berasal dari kata Rabaa’-yarbu, riba-an yang berarti Az-Ziadah, tambahan (addition), bertambah (increase) atau tumbuh (grow).[6]Sedangkan, menurut syara’ ialah akad dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara; atau terlambat menerimanya[7]. Jadi, Riba ialah tambahan atas modal, baik penambahan itu sedikit maupun banyak secara tersembunyi.
Imam Razi mencoba menjelaskan alasan mengapa bunga dalam Islam dilarang, antara lain (Qardhawi, 2000) :
·         Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. Seperti orang yang menjual senilai satu rupiah tetapi mendapat bayaran dua rupiah, berarti dia mendapatkan tambahan satu rupiah tanpa ada pengorbanan. Sedangkan harta seseorang merupakan hak miliknya yang harus dihormati/dihargai, sebagaimana disebutkan dalam hadis di bawah ini. “Kehormatan harta seseorang seperti kehormatan darahnya”. (Abu Numan dalam Al Hilyah)
·         Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah hartanya dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka. Sehingga pemilik harta riba akan meremehkan persoalan mencari penghidupan sehingga dia tidak mau menanggung risiko berusaha, berdagang, dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya manfaat bagi masyarakat. Padahal telah diketahui bersama bahwa kemaslahatan dunia tidak akan dapat terwujud tanpa adanya perdagangan, keterampilan, perusahaan, dan pembangunan.
·         Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. Jika riba diharamkan, setiap orang akan merasa rela meminjamkan uang satu rupiah dan mendapat pengembalian sebesar satu rupiah. Sedangkan jika riba dihalalkan, orang yang memiliki kebutuhan mendesak akan mendapatkan uang satu rupiah dan mengembalikan sebesar dua rupiah. Hal ini akan menyebabkan hilangnya perasaan belas kasihan, kebaikan, dan kebajikan.
Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang memperbolehkan riba berarti memberikan jalan bagi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang miskin bertambah miskin. Padahal tindakan demikian itu tidak diperbolehkan menurut nilai kasih sayang dari Allah yang Maha Penyayang[8].

3.         Larangan Riba Dalam Islam
         Larangan riba telah mulai ditetapkan secara lebih jelas, walaupun pelarangannya masih terbatas pada riba yang berlipat ganda.
Allah Swt berfirman dalam Qs. Al-Imran : 130
ุงู„ู„َّู‡َ ูˆَุงุชَّู‚ُูˆุง ู…ُุถَุงุนَูَุฉً ุฃَุถْุนَุงูًุง ุงู„ุฑِّุจَุง ุชَุฃْูƒُู„ُูˆุง ู„ุง ุขู…َู†ُูˆุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุง ุฃَูŠُّู‡َุง ูŠَุง ุชُูْู„ِุญُูˆู†َ ู„َุนَู„َّูƒُู…ْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.( Qs.Al-Imran :130)[9]
Ayat diatas telah menerangkan dengan jelas bahwa semua praktek riba itu dilarang (haram), tidak peduli besar kecilnya tambahan yang diberikan. Karena, Allah hanya membolehkan pengembalian sebesar pokoknya saja. Bagi yang memungut riba, ada ancaman yang sangat keras yaitu Allah dan rasul akan memeranginya. Sebagian orang masih memperdabatkan dan menganggap riba sama dengan jual beli. Padahal, Allah Swt telah menetapkan dengan jelas dan tegas bahwa riba tidak sama dengan jual beli. Jual beli di perbolehkan (halal) sedangkan riba dilarang (haram). Sebagaiman Allah Swt berfirman dalam Qs.Al-Baqarah :275
ุงู„ุฑِّุจَุง ูˆَุญَุฑَّู…َ ุงู„ْุจَูŠْุนَ ุงู„ู„َّู‡ُ ูˆَุฃَุญَู„َّ
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Qs.Al-Baqarah :275)”
Dalam Ayat-ayat Al-Qur’an, riba dan shadaqah dipertentangkan. Kecaman, ancaman keras dan pengaharaman riba pertentangkan dengan seruan shadaqah sebagai tindakan terpuji. Praktik riba yang memberikan keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala shadaqah yang sudah meluas. Riba karena pinjaman kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah yang pasti akan diganti secara berlipat ganda.
Tujuan Allah dari semua itu sangat jelas, yaitu menghapus praktik tradisi jahiliyah yaitu meminjamkan uang dengan harapan imbalan (riba) dan menggantinya dengan tradisi yang baru, yaitu tradisi shadaqah (meminjamkan dengan mengharapkan ridha Allah). Al-Qur’an mengencam keras dan mengaharamkan tradisi riba dan mengencam keras para pelakunya.
4.         Teori Riba dan Bagi Hasil (profit and loss sharing)
Teori riba muncul sejak manusia mulai melakukan pemikiran ekonomi. Para filosof Yunani Kuno telah melakukan pembahasan tentang riba, di antara para filosofis tersebut adalah Plato, Aristoteles. Mereka melarang dan mngutuk orang-orang yang melakukan akrivitas ekonomi dangan riba. Mereka memandang uang bukan sesuatu yang dapat berbunga atau membuahkan harta, akaan tetapi uang merupakan alat tukar. Setelah itu, maka pemikiran riba semakin berkembang. Para pakar ekonomi masa lalu telah mengembangkan berbagai teori bunga uang. Pro dan kontra pembahasannya selalu terjadi di antara mereka.[10]
                  Teori bagi hasil sendiri menurut terminology asing (Inggris) dikenal dengan profit and loss sharing. profit and loss sharing dalam kamus ekonomi di artikan pembagian laba. Secara definitif profit and loss sharing yaitu “distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang di peroleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau atau berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan.
Mekanisme lembaga keuangan syaraiah sendiri atau bagi hasil (profit and loss sharing), pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk pnyertaan baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-sebagian,atau kepentingan bisnis yang disebutkan tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi melainkan proyek.
Keuntungan yang di bagihasilkan harus dibagi secara prposional antara shohibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah salah satunya, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat di msukan kedalam biaya operasional. Keuntungan bersih harus di bagi antar shahibul maal dan mudharib sesuai proporsi perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai keuntungan di muka.[11]
Walaupun seluruh ulama menanggapi bahwa profit and loss sharing sebagai bentuk yang paling otentik dan paling menjanjikan dalam kontrak islam, ada beberpa pendapat pula. Penolakan tersebut dikelompokan menjadi 2 (dua) kategori yaitu[12]:
v  profit and loss sharing (PLS) adalah kontrak jaman pertengahan, yang tidak perlu di adaptasikan dengan kenyataan-kenyataan ekonomi kontemporer
v  profit and loss sharing bisa jadi bertentangan dengan arti riba yang sebenarnya dan dapat juga menyababkan salah satu pihak mengambil keuntungan dari pihak yang lai, yang dapat terjadi jika salah satu partisipan mempunyai pengetahuan yang tidak sempurna atau mempunyai posisi tawar yang lemah.
ร˜  Skema Bagi Hasil (profit and loss sharing) dan Skema Bunga

4.     Riba Dalam Sistem Perbankan dan Ekonomi
        Evolusi perbankan dengan berbagai macam produknya, telah memberikan warna tersendiri dalam dinamika perekonomian modern. Dominasi sistem riba dalam berbagai aktifitas perekonomian, berkonsekuensi terhadap operasionalisasi perbankan dengan bunga sebagai instrumen utamanya. Mekanisme riba telah memberikan jarak dan memunculkan distorsi sehingga menimbulkan ketidakterkaitan langsung (disconnection) antara sektor finansial yang berkembang sangat pesat dan fantastis di sate pihak dengan sektor riil yang secara nyata memberi nafas kehidupan masyarakat. Kondisi ini akhirnya menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang semu (buble economy). Keynes (1936 mendefinisikan bunga sebagai persentase kelebihan sejumlah uang pada perjanjian penyerahan di masa depan, misalnya sesudah setahun, terhadap harga uang secara tunai atau kas jumlah uang termaksud. Dengan demikian, bunga tersebut merupakan tambahan yang diperoleh berdasarkan persentase pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan yang ditentukan secara tetap pada awal transaksi tanpa mempertimbangkan keadaan proyek di masa datang untung atau rugi. Padahal dalam dunia nyata optimalisasi atas uang atau modal tergantung dari jenis usaha, lama usaha, keadaan pasar beserta jaringannya, serta stabilitas politik, yang mana akan memunculkan pula resiko kerugian, sehingga padanya diperlukan sharing.[13]

5.      Peran Bagi Hasil bagi (Profit and loss sharing) dalam Menstabilitaskan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan
Mekanisme bagi hasil merupakan hal baru dalam kerangka mekanisme sisitem ekonomi pada umumnya. Sebagai sistem baru biasanya memberikan peluang dan tantangan yang cukup berarti. Hadirnya sisitem bagi hasil tentunya tidak akan memberikan ruang gerak bagi sistem bunga.
Salah satu aspek sistem bagi hasil juga dapat mengundang diskusi . salah satu dianataranya adalah aspek yang berkaitan dengan bagi resiko. Dalam kerangkaan kerja saat ini, pemilik modal dapat mendistribusikan resiko melalui pembagian manajemen dan utang dalam bentuk bergabung dalam pemilikan saham. sementara pemilik tenaga, tidak dapat membagikan ten ganya kepada pemilik modal. Jadi, setiap usaha bersama mengalami resiko, maka dalam konsep bagi hasil kedua belah pihak akan sama-sama menanggung resiko. Di ssatu pihak, pemilik modal menanggung kerugian modalnya, dipihak lain pelaksanaan proyek akan mengalami kerugian atas tenaga atau biaya tenaga kerja yang telah dikeluarkan. Dengan kata lain, masing-masing pihak yang melakukan kerjasama dalam sistem bagi hasil akan berpatisipasi dalam kerugian dan keuntungan. hal demikoan menunjukan keadian dalam distribusi pendapatan.
E.        Analisis
Dalam sistem ekonomi islam, tingkat bunga yang di bayarkan kepada nasabahnya digantingkan dengan presentase atau proporsi bagi hasil (profit and loss sharing) dan tingkat bunga yang di terima oleh bank (dari debitur) akan di gantikan dengan presentase bagi hasil. Dua bentuk rasio keuntungan di jadikan instrument untuk memobilisasi tabungan dan di salurkan pada aktivitas-aktivitas bisnis produktif. Walaupun rasio bagi hasil di tetapkan dahulu, namun ketika tingkat keuntugan berfluktuasi maka tingkat pendapatannya pun akan berfluktuasi. Dengan kata lain, pendapatan akan berfluktuasi dan tidak menentu
Walapun ahli ekonomi muslim menekankan bahwa ada kekuatan built-in dalam sisitem ekonomi islam dalam menjamin stabilitas. Bagi hasil (profit and loss sharing) tidak akan ada faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan ekonomi. Bahwa sistem ekonomi berdasarkan bagi hasil (profit and loss sharing) akan menjamin alokasi sumber ekonomi yang lebih baik dan terjadinya distribusi pendapatan yang sesuai untuk menghindari sistem riba. Analisis terhadap peran bagi hasil terhadap pencapaian stabilitas ekonomi harus dengan menggunakan pendekatan analisis keseimbangan (equilibrium). Mekanisme analisis keseimbangan menyajikan bagaiman mekanisme penentuan supply dan demand atas tabungan dapat mengatasi riba yang ada pada saat ini.
F.           Kesimpulan
Bank sebagai lembaga intermediasi dalam pengelolaan dana, mempunyai posisi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Di tengah-tengah bank konvensional, yang berbasis dengan sistem riba, yang sedang menanjak dan menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam mencoba memberikan jawaban atas keraguan yang banyak timbul. Jawaban itu mulai menemukan titik jelas pada tahun 1997, di mana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis moneter yang berakibat sangat signifikan atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada saat bank konvensional tidak mampu bertahan dalam menghadapi gejolak krisis, justru bank syariah memiliki daya tahan yang tangguh dan tetap mampu mendukung sektor rill. Wujud kontribusi nyata bank syariah meskipun belum optimal merupakan potensi besar bagi pengembangan sistem keuangan modern.
Lahirnya bank-bank syariah dalam satu dekade terakhir adalah wujud komitmen masyarakat untuk menerapkan prinsip syariah dalam mewujudkan kesetaraan, kejujuran dan keadilan melalui sistem bagi hasil (profit and loss sharing). Dalam sistem ekonomi islam, tingkat bunga yang di bayarkan kepada nasabahnya digantingkan dengan presentase atau proporsi bagi hasil (profit and loss sharing) dan tingkat bunga yang di terima oleh bank (dari debitur) akan di gantikan dengan presentase bagi hasil.
Bahwa sistem ekonomi berdasarkan bagi hasil (profit and loss sharing) akan menjamin alokasi sumber ekonomi yang lebih baik dan terjadinya distribusi pendapatan yang sesuai untuk menghindari sistem riba.



[1] Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah, November 2004, hlm. 2
[2] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI dan
   Takaful) di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.102
[3] Muhammad Ghafur W. “memahami bunga dan riba ala muslim Indonesia” hlm. 1
[4] Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) hlm. 101

[5] Cristopher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Erlangga, 1994)Edisi ke-2 , hlm. 534
[6] Muhammad Mahmud, Kedudukan Harta Dalam Pandangan Islam, terjemahan Abdul Fatah Idris, Kalam Mulia, Jakarta, 1989, hlm. 150 & 167
[7] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Sinar Baru, Bandung, 1992, Hlm 292
[8] Sri Nurhayati “Akuntansi Syaria’ah di Indonesia” hal. 79
[9] Qs.Al-Imran :130
[10] Muhammad “Teknik Perhitungan Bagi hasil dan Profit Margin Pada perbankan Syariah”  hlm. 12
[11] Ibid  hlm. 18
[12] Ibrahim Warde “Islamic Finance Keuangan Islam dalam Perekonomian Global” hlm.292
[13] Arif Pujiyono “posisi dan prospek bank syariah dalam dunia perbankan syariah” hlm. 46
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Iswandi Vaqih - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger