Home » , » Implementasi kepemilikan dalam persepektif hukum islam untuk perekonomian muslim

Implementasi kepemilikan dalam persepektif hukum islam untuk perekonomian muslim

Written By Unknown on Sabtu, 27 April 2013 | 04.49

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial, dimana satu individu membutuhkan individu yang lain dalam menghadapi berbagai persoalan hidup untuk memenuhi kebutuhan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena setiap manusia mempunyai kebutuhan, sering terjadi pertentangan-pentertangan kehendak. Oleh karena itu, untuk menjaga keperluan masing-masing perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar tidak melanggar hak-hak yang lainnya. Maka, timbulah hak dan kewajiban diantara sesama manusia salah satunya adalah hak milik. Secara garis besar, hak dibedakan menjadi dua yaitu maal dan ghoiru maal. Hak maal adalah sesuatu yang berkaitan dengan harta seperti pemilikan benda atau hutang-hutang sedangkan ghoiru maal dibagi menjadi dua yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini. Hak syakhshi adalah suatu tuntutan yang ditetapkan oleh syara’ dari seseorang terhadap orang lain sedangkan hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua.[1]
Islam memiliki pandangan yang khas tentang hak milik, sebab ia dikolaborasi dari Al-Qur'an dan Al-Hadis. Dalam pandangan Islam pemilik mutlak seluruh alam semesta adalah Allah sedangkan manusia adalah pemilik relative. Kepemilikan manusia terikat dengan aturan Allah, ia hanya bertugas untuk melaksanakan perintah Allah. Kesadaran bahwa kepemilikan manusia atas sumber daya ekonomi akan dipertanggungjawabkan kepada Allah diakhirat yang akan mendorong manusia untuk berhati-hati untuk mengelola hak milik. Secara umum dapat dikatakan bahwa Islam memberikan kedudukan yang proporsional antara hak milik individu, hak milik kolektif (umum) dan hak milik negara. Meskipun hak milik ini sangat dilindungi, tapi ketiganya bukan hak milik yang bersifat mutlak. Hak milik dapat berubah atau diubah sesuai dengan tingkat kepentingan dan urgensinya tentunya melaui cara-cara yang dibenarkan.
Secara singkat makalah ini akan menjelaskan Impelementasi Kepemilikan dalam Persepektif Hukum Islam untuk Perekonomian muslim dan diikuti dengan prinsip dasar hak milik menurut Islam sehingga klasifikasi hak milik, batasan-batasan dan kebijakan pengelolaanya merupakan bagian yang terpenting.



PEMBAHASAN
B.     Pengertian Hak Milik
Milik atau almilku berasal dari kata “ malaka-yamliku-milkan “, malaka asy syaia yang berarti memiliki atau mempunyai sesuatu.[2]. Milik menurut bahasa berarti Pemilikan atas sesuatu (harta) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.
Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.(QS.Al-Hadid: 7)[3]

Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Islam  Almilk yaitu penguasaan terhdap sesuatu yang dimiliki (harta) sedangkan kepemilikan adalah pendapatan seseorang yang diberi wewenang untuk mengalokasikan harta yang dikuasai orang lain dengan keharusan untuk selalu memperhatikan sumber (pihak) yang menguasainya.[4]
Berikut beberapa definisi hak milik atau milkiyyah yang dijelaskan oleh para fuqaha, antara lain:
1.      Definisi yang disampaikan Prof. Dr. Wahbah Zuhaily:
Milik adalah keistimewaan (Ikhtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar’i.
2.      Definisi yang disampaikan oleh Musthafa Ahmad Azzarqa :
      Milik adalah keistimewaan (Ikhtishash) yang bersifat menghalangi orang lain yang syara’ memberikan kewenangan kepada pemilik ber-tasharruf kecuali terdapat halangan.
3.      Definisi yang disampaikan oleh Muhammad Musthafa Assya’labi :
Hak milik adalah keistimewaan (Ikhtishash) atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya ber – tasharruf secara langsung atasnya selama tidak ada halangan syara’

4.      Definisi yang disampaikan oleh Ali Khafifi :
Hak milik adalah keistimewaan (Ikhtishash) yang memungkinkan pemiliknya bebas ber-tasharruf dan memanfaatkannya sepanjang tidak ada halangan syara’.
C.     Sebab - sebab Hak milik
Hak milik dapat diperoleh melalui sebab - sebab berikut ini:
1. Ihrazul Mubahat (Penguasaan harta bebas)
Al mubahat adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi ( dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum untuk memilikinya. Jadi Ihrazul mubahat adalah cara pemilikan melalui penguasaan terhadap harta yang belum dikuasai atau dimiliki pihak lain. Harta almubahat contohnya tanah mati, ikan dilaut, hewan dan pohon dihutan. Setiap orang berhak untuk memiliki dan menguasai harta benda tersebut berdasarkan batas kemampuannya masing-masing.[5]
Berdasarkan keterangan diatas kepemilikan dengan cara Ihrazul mubahat dapat dilakukan apabila memenuhi 2 sarat berikut:
a.       Tidak ada pihak lain yang mandahului melakukan ihrazul mubahat. Seperti dalam kaidah: “ Barang siapa lebih dahulu menguasai harta bebas maka sungguh ia telah memilikinya”
Seperti dalam kasus tanah yang telah digarap dan dicocoki tanaman kemudian ditinggalkan maka tanah tersebut tidak lagi termasuk tanah mati atau harta bebas karena tentunya ketika pemiliknya tinggalkan memberi tanda terlebih dahulu seperti memberikan batas dengan memasang pagar dan sebagainya yang menghalangi orang lain untuk memiliki tanah tersebut.
b.     Penguasaan harta tersebut bertujuan untuk dimiliki bukan untuk yang lain. Jadi kata kunci Ihrazul mubahat adalah harta bebas untuk tujuan dimiliki tidak untuk selain itu. Penguasaan tersebut bisa dengan cara-cara yang lazim seperti memberi batas atau tanda pemilikan.
2. Tawallud ( Anak pinak / berkembang biak )
         Tawallud adalah sesuatu yang dihasilkan dari sesuatu yag lainnya atau dalam kaidah dikatakan:
“ Setiap peranakan atau segala sesuatu yang tumbuh (muncul) dari harta milik adalah milik pemiliknya”
         Prinsip tawallud ini hanya berlaku pada harta benda yang besifat produktif. Harta benda yang bersifat produktif disini berarti benda hidup atau bergerak yang dapat menghasilkan sesuatu yang lain atau baru seperti binatang yang dapat bertelur, beranak menghasilkan susu dan kebun yang dapat menghasilkan buah dan bunga. Benda mati yang tidak bersifat produktif seperti rumah dan mobil tidak berlaku prinsip tawallud karena rumah dan mobil tidak bisa berbunga, bertelur apalagi beranak. Kalau ada keuntungan yang dihasilkan dari mengusahakan harta tersebut maka keuntungannya didasarkan pada hasil usaha kerja ( Tijari ) bukan tawallud.[6]
3. Al Khalafiyah ( penggantian )
         Al khalafiyah adalah penggantian seseorang atau sesuatu yang baru menempati posisi pemilikan yang lama. Penggantian dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.  Penggantian atas seseorang oleh orang lain seperti pewarisan. Dalam pewarisan seorang ahli waris menggantikan posisi pemilikan orang yang wafat terhadap harta yang ditinggalkannya.
b.   Penggantian benda atas benda yang lainnya seperti terjadi pada tadhmin (pertanggungan) ketika seseorang merusakkan atau menghilangkan harta benda orang lain , lewat tadhmin ini terjadi penggantian atau peralihan milik dari pemilik pertama kepemilik kedua.
4. Al Aqdu (Akad)
         Akad adalah pertalian antara iab dengan qabul sesuai dengan ketentuan syara’ yang menimbulkan pengaruh terhadap objek akad. Akad merupakan sebab pemilkan yang paling kuat dan berlaku luas dalam kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi kekayaan dibandingkan dengan sebab-sebab pemilikan diatas. Dari segi sebab pemilikannya dibedakan menjadi 2 yaitu:[7]
a. Uqud jabbariyah ( akad secara paksa ) yang dilaksanakan oleh otoritas pengadilan secara langsung atau melalui kuasa hukumnya . seperti paksaan menjual harta untuk melunasi hutang , kekuasaan hakim untuk menjual harta timbunan dalam kasus ihtikar demi kepentingan umum.
b. Tamlik jabbari ( pemilikan secara paksa ) dibedakan menjadi 2 yaitu:
 Pemilikan secara paksa atas maal uqar ( harta tidak bergerak ) yang hendak diual. Hak pemilikan paksa seperti ini dalam fiqh mu’amalah dikenal syu’fah.
Pemilikan secara paksa untuk kepentingan umum seperti ketika ada kebutuhan untuk perluasan masji karena tidak dapat lagi menampung jama’ah yang jumlahnya banyak, syariat membolehkan untuk pemilikan secara paksa terhadap tanah yang berdekatan dengan masjid sekalipun pemiliknya tidak mau menjualnya.
Dari 4 sebab diataslah seseorang menjadi pemilik suatu harta. Pemilikan ini merupakan keistimewaan bagi seseorang untuk secara bebas ber-tasharruf atau bertindak terhadap harta yang dimilikinya. Pun demikian, Keistimewaan ini tidak bersifat mutlaq karena sekalipun islam menghormati dan melindugi pemilikan harta, penggunaannya tetap tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariat islam atau berbenturan dengan kepentingan umum dan lain - lain.



D.    Sumber-Sumber Hak Milik
Hak milik seseorang merupakan hak masyarakat seperti halnya kewajiban seseorang ada pula kewajiban kemasyarakatan. (fardlu 'ain dan fardlu kifayah).
Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy merinci penghasilan sumber-sumber pemasukan harta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai berikut :[8]
~ Pajak tanah (kharaj)
~ Pajak hasil bumi (al-usyur)
~ Zakat emas, perak, ternak, pertambangan, zakat fitrah
~ Kekayaan yang di peroleh dari musuh tanpa perang (fay)
~ Seperlima dari hasil rampasan perang
~ Seperlima dari hasil barang-barang logam (al-ma'dan)
~ Seperlima dari hasil karun ( kunuz) penemuan emas, perak (rikaz)
~ Seperlima dari hasil kekayaan laut
~ Pajak kepala (al-jizyah)
~ Bea cukai barang ekspor dan impor (al-usyur)
~ Barang tercecer yang tidak diketahui siapa pemiliknya (luqathah)
~ Harta peninggalan dari orang-orang yang tidak mempunyai ahli waris
~ Upeti/uang damai dari musuh untuk jaminan perdamaian
~ Harta wakaf
~ Sumbangan wajib dari rakyat karena pemerintah membutuhkannya
~ Penetapan-penetapan ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syara'
E.     Impelementasi kepemilikan
1.      Kepemilikan individu
      Setiap manusia secara fitrah terdorong untuk memenuhi segala kebutuhannya. Manusia selalu berusaha untuk memperoleh kekayaan untuk memenuhi berbagai kebutuhannya karena hal ini selain termasuk perkara yang fitri juga merupakan perkara yang pasti dan harus dilakukan. Oleh karena itu, setiap upaya melarang atau membatasi manusia untuk memperoleh kekayaan tersebut tentu bertentangan dengan fitrah tapi bukan berarti manusia dibiarkan untuk memperoleh kekayaan, mengusahakannya dan mengelolanya dengan cara sesuka hatinya. Syariat memberikan aturan-aturan berkaitan dengan hal ini seperti memberikan keterangan berkaitan sebab-sebab kepemilikan, dan bagaimana ber-tasharruf dengan harta tersebut. Harta yang termasuk kepemilikan ini adalah harta yang bukan merupakan menyangkut kepentingan manusia secara umum seperti rumah, tanah, kebun dll.[9]

2.      Kepemilikan umum
Kepemilikan umum adalah izin Syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untu sama-sama memanfaatkan benda/barang. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan ini adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh syari’ memang diperuntukan bagi suatu kominitas masyarakat, karena mereka masing-masing saling membutuhkan dan syari’ melarang benda tersebut dikuasai oleh seorang saja. Benda-benda ini tampak pada tiga macam, yaitu:
·         Merupakan fasilitas umum; kalau tidak ada didalam suatu negeri atau suatu komunitas maka akan menyebabkan sengketa atau perselisihan dalam mencarinya. Jadi fasilitas umum pada intinya adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum sebagaimana sabda Rasulullah saw: "Kaum muslim bersekutu ( memiliki hak yang sama ) dalam tiga hal: air, padang dan api” ( HR. Abu Daud )
·         Barang tambang yang tidak terbatas
·         Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perseorangan.

3.      Kepemilikan negara
Kepemilikan negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim yang pengelolaannya menjadi wewenang khalifah atau dalam konteks saat ini adalah pemerintah suatu negara. Benda-benda atau harta yang termasuk kepemilikan negara adalah harta yang tidak termasuk milik umumn namun milik individu/perseorangan ( karena harta tersebut dapat dimiliki secara pribadi seperti tanah dan barang-barang bergerak) tapi karena harta tersebut terkait hak kaum muslim secara umum maka harta tersebut tidak termasuk milik individu dan umum tapi menjadi milik negara dan dikelola oleh negara untuk kemaslahatan kaum muslim bersama.



PENUTUP
·         Kesimpulan
Usaha munusia sebagaimana disampaikan dimuka untuk memperoleh kekayaan merupakan hal yang fitri, bahkan merupakan suatu keharusan. Hanya saja dalam mencari kekayaan tadi tidak boleh diserahkan begitu saja kepada manusia, agar dia memperolehnya dengan cara sesukanya, serta berusaha untuk mendapatkannya dengan semaunya, serta berusaha untuk mendapatkannya dengan sesukanya dan memanfaatkannya dengan sekehendak hatinya. Sebab hal ini hal ini akan menyebabkan gejolak, kerusakan bahkan kenestapaan.
Oleh karena itu, Islam menjelaskan secara utuh pengertian hak milik, sebab-sebab pemilikan harta, pembagian pemilikan dan berbagai hal yang berkaitan dengan harta yang tentunya semua hal ini tidak lepas dari universalitas islam sebagai agama agar manusia memahami batasan-batasan tentang bagaimana memperoleh harta dan memanfaatkannya. Karena pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini adalah titipan atau amanah dari Allah swt yang dimaksudkan agar manusia mampu memanfaatkannya dengan benar dalam rangka beribadah kepada Allah swt.


[1] Hendi Suhendi, 2008 “Fiqh Mu’amalah” hlm. 25
[2] Prof. Dr. Mahmud Yunus, 1972 Kamus Arab – Indonesia hlm. 45
[3] QS. Al-Hadid : 7
[4] Dwi Suwiknyo, SEI. MSI, 2009 “Kamus Lengkap Ekonomi Islam” hlm. 164
[5]       Qardhawy, yusuf, Dr. 1997. “Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam”. Jakarta: Robbani Press. hlm. 124
[6] Ibid. hlm. 125
[7] Ibid. hlm. 126
[8]  T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. 1997 “Pengantar Fiqih Muamalah” semarang: pustaka rizki putra. Hlm. 125
[9] Syekh Taqiyyuddin Anabhani,2004 “Sistem Ekonomi Islam” hlm. 25
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Iswandi Vaqih - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger